Facebook Data Breach on US Election


Facebook Data Breach on US Election

Oleh: M, Apriesya Wastu N

Facebook adalah sebuah layanan jejaring sosial yang berpusat di California, Amerika Serikat yang diluncurkan pada Februari 2004. Pencetus atau pendiri Facebook adalah Mark Zuckerberg bersama teman-temannya yang merupakan mahasiswa di Universitas Harvard. Awalnya Facebook diperuntukkan untuk mahasiswa Harvard saja, kemudian menyebar ke mahasiswa di universitas lain. Dan pada akhirnya dibuku untuk setiap orang berusia minimal 13 tahun.

Sedangkan Data Breach atau pelanggaran data adalah rilis informasi pribadi atau rahasia yang disalin, ditransmisikan, dilihat, dicuri atau digunakan oleh individu atau kelompok yang tidak berhak menggunakannya. Atau dengan kata lain data breach merupakan pengungkapan informasi, kebocoran data, informasi dan juga tumpahan data. Insiden dapat berasal dari serangan yang dilakukan oleh Black Hat, atau individu yang meretas dengan tujuan mendapat keuntungan pribadi, kejahatan terorganisir, aktivitas politik atau pemerintah nasional, atau bisa juga berasal dari kecerobohan individu dengan menyebar data pribadi atau pembuangan peralatan komputer sembarangan.

Menurut organisasi konsumen nirlaba Privacy Righ Clearinghouse, total 227.052.199 catatan individu yang mengandung informasi pribadi sensitif terlibat dalam pelanggaran keamanan di Amerika Serikat antara Januari 2005 sampai Mei 2008, tidak termasuk dimana insiden dimana data sensitif tampaknya benar-benar terekspos. Banyaj yurisdiksi telah mengeluarkan undang-undang pemberitahuan pelanggaran data, yang mewajibkan perusahaan yang telah mengalami pelanggaran data untuk memberitahu pelanggan dan mengambil langkah-langkah lain untuk memulihkan keadaan yang terjadi setelah pelanggaran data.

Belum lama di Amerika Serikat atau USA mengadakan pemilu yang bertujuan untuk mencari atau memilih presiden yang baru untuk 4 tahun kedepan atau kemudian dapat dipilih kembali untuk sekali masa jabatan setelahnya. Ketika Pemilu di Amerika Serikat yang menjadi hot issue atau topik pembahasan bukan saja terkait dengan kandidat atau calon presiden yang akan dipilih tetapi juga terkait dengan bocornya data facebook kepada pihak ketiga untuk berbagai kepentingan. Di dunia, data facebook yang bocor ada sekitar 87 juta data pengguna dan di Indonesia tercatat 1.096.666 data pribadi pemilik akun Facebook yang bocor. Data pribadi Facebook yang bocor tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Mulai dari kepentingan bisnis sampai politik. Pasalnya, data tersebut memuat berbagai informasi pribadi yang dimiliki oleh sang empunya akun. Dari tanggal lahir, jenis kelamin, tempat tinggal, lokasi, kebiasaan, lingkaran pertemanan, riwayat perbincangan, kebutuhan sehari-hari, gaya hidup, tempat yang biasa dikunjungi, profil psikologis, hingga pandangan politik seseorang.

Data pribadi pengguna Facebook yang bocor juga berpotensi digunakan untuk kepentingan politik. Hal ini berkaca dari kebocoran data pengguna Facebook di Amerika Serikat. Data pribadi 50 juta pengguna Facebook yang bocor itu dimanfaatkan oleh Cambridge Analytica, sebuah perusahaan konsultan politik yang bermarkas di Inggris, untuk memetakan karakteristik pemilih pada pemilihan presiden AS 2016 yang memenangkan Donald Trump.

Semua data tersebut Cambridge Analytica peroleh dari seorang akademisi yang berasal dari Cambridge, Aleksandre Kogan. Kogan, lewat perusahaan miliknya Global Science Research, menyiasati masalah data itu dengan menciptakan sebuah aplikasi tes kepribadian: 'thisismydigitallife'. 

Lewat uji kepribadian itu, setiap orang yang melakukan tes tanpa disadari setuju untuk memberi akses kepada Kogan untuk mengakses profil Facebook mereka. Data dari Kogan ini kemudian dimanfaatkan Wylie dan Cambridge Analytica untuk mengidentifikasi individu atau kelompok yang dapat dijadikan target pemasaran.

Untuk menfaatkan jutaan data menjadi mesin propaganda politik mematikan, Cambridge Analytica memproses data dari puluhan juta pengguna Facebook AS dengan mesin algoritma mereka untuk mencari pola psikologi tertentu. Dengan kemampuan membaca kepribadian dan aspek psikologi seseorang semacam itu, Cambridge Analytica bisa mengidentifikasi cara persuasi politik macam apa yang efektif digunakan sesuai dengan kepribadian mereka. Atau pesan politik macam apa yang bisa menarik mereka memilih salah satu calon. Pendekatan politik seperti ini dikenal dengan istilah micro-targeting.

Iklan dengan respons publik paling ramai kemudian dikembangkan dan diredistribusi kembali menjadi propaganda atau iklan di hari-hari berikutnya. Dengan begitu, data Cambridge Analytica tentang rekam jejak digital, dan tentu saja soal karakter psikologi pemilih di Amerika jadi kian presisi.

Sehingga terkait perannya dalam pemilu AS 2016, Cambridge Analytica secara ilegal memperoleh informasi pribadi dari pengguna Facebook di awal 2014. Cambridge Analytica mengolah data tersebut dan kemudian digunakan oleh kubu Trump untuk kepentingan kampanye. Dari  olahan data tersebut kubu Trump dapat memahami dan memetakan karakteristik dari para pemilih di AS sehingga kubu Trump dapat membuat kampanye atau promosi yang efektif dan tepat agar dapat menarik dan menjaring simpati dan suara dari para pemilih.

Lalu reaksi dari Amerika Serikat dan Inggris pun beragam. Aparat penegak hukum di Amerika Serikat , Jaksa Agung Negara Bagian Massachusetts, Maura Healey, berkata pihaknya sudah memulai investigasi atas terbongkarnya kasus pencurian data tersebut. Komisi Informasi Kerajaan Inggris, The United Kingdom’s Information Commission, juga mengumumkan pihaknya akan memulai proses investigasi terhadap Cambridge Analytica. Kasus pencurian data yang dilakukan oleh Cambridge Analytica ini merupakan salah satu pencurian data terbesar dalam sejarah Facebook.  Facebook sendiri telah mengambil langkah tegas menangguhkan aktivitas Cambridge Analytica setelah menemukan kebijakan data pribadi mereka dilanggar. Dengan penangguhan tersebut, Cambridge Analytica dan perusahaan induknya, SCL Group, tidak bisa menampilkan iklan atau mengelola akun milik klien mereka.

Jadi kita sebagai seorang yang menggunakan teknologi untuk dapat lebih berhati-hati dalam menggunakan teknologi baik sosial media, laptop, telepon genggam, kartu kredit dan lain. Hendaknya kita tidak mudah untuk membagi atau menyebarkan data pribadi kita kepada orang lain, tidak mudah menerima “term and condition” di suatu aplikasi, karena bisa saja data pribadi kita bisa disalah gunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan dapat menyebabkan kerugian baik pada diri kita maupun orang lain. Baik kerugian dari segi finansial, materil atau hal lainnya yang kita miliki. Jadi perlunya sadar atau melek pentingnya data pribadi, agar tidak disalah gunakan orang lain. Dan penyalahgunaan data seseorang merupakan sebuah tindakan yang tidak bisa dibenarkan apapun alasannya, karena telah melanggar hukum dan privasi individu. Perlunya sinergitas dari pemerintah, individu, organisasi atau lainnya untuk bersama sama dapat menggerakkan “Kesadaran Pentingnya Data Pribadi” dan “Penegakan Hukum terhadap siapapun yang melanggar hukum tanpa pandang bulu”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Imperialisme dan Kolonialisme di Indonesia

My Biodata